Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Rasanya jadi mahasiswa semester 8..

Kamu kuliah sastra, sekarang semester 8, temen seumuranmu udah pada nikah bahkan udah gendong-gendong bayi. Rasanya? manis asem asin, persis kayak iklan permen. Ditulisan sebelumnya pernah cerita, kalau jadi mahasiswa sastra tu secara nggak sengaja. Pilih jurusan itu, karena dulu mimpi banget pengen kuliah kedokteran tapi di kampusku ini dulunya nggak ada prodi ilmu kedokteran. Kalo sekarang ada.. #kanKampret Awal masuk kuliah juga nggak tau, ini sastra apa? isi mahasiswanya kayak gimana? sempet geli sendiri karena waktu itu yang ditemuin di lingkungan sastra, kakak tingkat yang gondrong-kaos oblong-celana jeans sobek-sobek-slengek'an-much more... tapi setelah semester menengah... aku menemukan bahwa sastra itu asiqq banget gaisssss :D *senyumsenyumnggakjelas Kuliah di sastra, especially sastra inggris bakalan punya kurva naik-turun. Pas dapet dosen yang enak ya enak, pas dapet yang ngga enak, ya tau sendiri lah. Digigit aja nggak bisa *eh dulu, ibu negara (baca : ibuku)

Aku Sudah Belajar Cinta..

Aku sudah belajar, bahwa ketertarikan tak sekedar dari mata Bahwa rasa suka juga tidak bisa semata-mata dibesarkan dengan jatuh cinta Hari ini kita bisa suka, esok entah Atau bisa saja kita ingin memiliki yang sebelah sana, esok entah Tak pernah ada rencana dan perencanaan dari rasa Aku sudah belajar, bahwa cinta tidak harus diungkap dengan cinta Gejolak di dada tidak harus diterjemahkan lewat mimik muka Atau ambisi yang membuat buta mata Kita bisa menyimpannya Jauh Ke tempat yang tak seorang pun mampu menjamahnya Langit doa.. Aku sudah belajar, resiko dari diam adalah salah tafsir Resiko untuk terbuka dengan semua laki-laki adalah anggapan murah yang harus dibayar Apa cinta sesederhana saat hanya jalan berdua? Apa cinta sesederhana saat kita terlalu cepat membalas pesan dari layar kaca? Aku sudah belajar, bahwa cinta masih saja soal ambisi Katanya munafik, kalau cinta tak ingin memiliki Tidak, bagiku tidak Cinta adalah saat kau berhasil men

Indonesian Political Culture : Budaya "Nyacat" sebelum "legowo"

Baru saja ibukota menyelesaikan pemilu putaran kedua. Euphorianya dari pra pemilu-pemilu-pasca pemilu mewarnai berbagai penjuru. Masyarakat yang notabene bukan warga Jakarta ikut serta memberikan opini dan pilihannya kepada kandidat-kandidat yang telah terpilih. Indonesia dikenal dengan para netizennya. Peselancar dunia maya di Indonesia bukan lagi kelas teri, tapi kelas kakap menuju hiu. Flashback, banyak kasus yang akhirnya booming dan menjadi kelar setelah banyak netizen memberikan bully-an-nya kepada kasus tertentu. Sebagai contoh ; kasus pemukulan guru terhadap wali murid di salah satu daerah di Indonesia, beredarnya video pemukulan dengan wajah guru yang bersimbah darah, sontak membuat netizen geram sehingga mereka memberikan statement sarkasme kepada pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah aparatur negara. Berkat cibiran netizen, pelaku pun meminta maaf pada Guru tersebut dan sebelumnya si murid dikeluarkan dari sekolah dan di boikot oleh banyak sekolah, pun kini sudah